Bagaimana hukum menjual bongkaran
masjid ?
Apabila barang tersebut tidak bisa
dimanfaatkan dan tidak ada maslahat kecuali dijual maka boleh. Apabila barang
tersebut masih bisa dimanfaatkan atau tidak ada maslahat bila dijual maka tidak
boleh dijual.
وَيَجُوْزُ بَيْعُ حُصُرِ الْمَسْجِدِ
الْمَوْقُوْفَةِ عَلَيْهِ إِذَا بَلِيَتْ بِأَنْ ذَهَبَ جَمَالُهَا وَنَفْعُهَا
وَكَانَتِ الْمَصْلَحَةُ فِيْ بَيْعِهَا وَكَذَا جُذُوْعُهُ الْمُنْكَسِرَةُ
خِلاَفًا لِجَمْعٍ فِيْهِمَا وَيُصْرَفُ ثَمَنُهَا لِمَصَالِحِ الْمَسْجِدِ إِنْ
لَمْ يُمْكِنْ شِرَاءُ حَصِيْرٍ أَوْ جِذْعٍ بِهِ [هامش إعانة الطالبين 3/180].
“Diperbolehkan
menjual tikar masjid yang diwaqafkan jika telah rusak, misalnya sudah pudar
keindahannya dan tidak berfungsi lagi manfaatnya, bahkan merupakan kemaslahatan
bila dijual. Demikian menjual tiang-tiang penyangga masjid yang patah. Lain
halnya menurut segolongan ulama yang berbeda pendapat dalam kedua masalah
tersebut. Kemudian hasil penjualannya dibelanjakan untuk kepentingan masjid
jika tidak memungkinkan untuk membeli tikar atau tiang yang baru”. (Hamisy I’anah al-Thalibin III/180).
0 komentar:
Posting Komentar