يا غاديا نحو الحبيب عســـــاك تقر الســــلام إذا وصلت هناك
و عســـــاك تجري ذكر مثلي عنده فهو الشــــفاء لدائنا و لداك
و قل السلام عليك يا خير الورى من عاشق طول المدى يهواك
Wahai musafir sampaikanlah salamku kepadanya setibamu di Madinah
Mudah2an kau menyebutku di maqamnya karena beliau obat bagi kita semua
Katakanlah “Salam atasmu wahai sebaik baiknya manusia” dari perindu
sepanjang masa yang tak henti henti mencintainya
و عســـــاك تجري ذكر مثلي عنده فهو الشــــفاء لدائنا و لداك
و قل السلام عليك يا خير الورى من عاشق طول المدى يهواك
Wahai musafir sampaikanlah salamku kepadanya setibamu di Madinah
Mudah2an kau menyebutku di maqamnya karena beliau obat bagi kita semua
Katakanlah “Salam atasmu wahai sebaik baiknya manusia” dari perindu
sepanjang masa yang tak henti henti mencintainya
Suatu hari seorang pekerja dari desa
A’bkara, desa yang letaknya tidak berjauhan dari kota Bagdad, datang ke rumah
Amirul Mumini Ali bin Abi Thalib ra. Ia melihat pintu rumah beliau terpentang
lebar. Ia menengok ke kiri ke kanan, ke samping dan ke dalam rumah, tapi tidak
didapatkan tanda tanda ada orang di dalam rumah beliau. Akhirnya, ia
memberanikan diri mengucapkan salam. Setelah mendapat izin dari penghuni rumah,
ia pun masuk. Di pojok rumah ia melihat Imam Ali ra sedang duduk berlutut. Di
hadapan beliau ada sebuah mangkok dan kendi kecil berisi air.
Setelah dipersilahkan duduk, Tiba
tiba Imam Ali ra mengeluarkan sebuah bungkusan kecil terbuat dari bahan baju.
Pekerja yang datang ke rumah beliau menyangka bahwa bungkusan itu berisi uang
yang akan dihadiahkan kepadanya. Dengan sudah payah Imam Ali membuka bungkusan
itu dan merogohkan tangan beliau ke dalamnya. Ternyata di dalamnya bukan ada uang atau emas akan
tetapi sekeping roti kering yang membuat orang itu tercengang keheranan. Imam Ali
memasukan roti kering itu kedalam mangkuk lalu dituangkannya air dari kendi
yang sudah tersedia. Melihat kelakuan beliau, pekerja tadi semakin heran
dibuatnya. Setelah itu, Imam Ali ra berkata kepadanya “Ayo silahkan
kita makan bersama sama”. Sambil menggelenggelengkan kepadanya karena
keheranan, orang tadi berkata “Apa yang kamu lakukan ini wahai Amirul Muminin.
Kamu hidup di negeri Iraq, makanan orang-orang Iraq lebih banyak dan lezat dari ini.”. Imam Ali pun
berkata dengan penuh kekhusyu’an “Demi Allah apa yang kamu katakan itu betul,
akan tetapi roti ini berasal dari kota Nabi saw, Madinah. Sesungguhnya aku
lebih senang memasukan makanan ke perutku dari kota yang aku cintai”.
Dari kisah
di atas kita bisa mengambil bukti kuat akan kecintaan Imam Ali ra kepada kota
Rasulullah saw, Madinah. Sampai-sampai beliau tidak memilih baginya makanan yang dicintainya
kecuali makanan yang datang dari Madinah. Tapi kenapa beliau tinggal di kufah
pada saat beliau menjadi khalifah bukan menetap saja di Madinah kota Rasulallah
saw sebagaimana khalifah-khalifah sebelumnya. Beliau hijrah ke Irak (ke Kufah) bukan karena
keinginannya untuk bersenang senang, akan tetapi terpaksa karena terjadi
gojolak fitnah busuk akibat terbunuhnya khalifah Utsman ra oleh kaum pemberontak.
Dulu,
sebelum datang islam, kota Madinah dikenal dengan nama Yatsrib, diambil dari nama orang yang
pertama kali menduduki kota itu. Kemudian ketika Rasulallah saw hijrah dari
Mekkah kota ini diganti namanya menjadi Madinah. Ia merupakan pusat
perkembangan Islam sampai beliau wafat dan dimakamkan di sana. Selanjutnya kota
ini menjadi pusat dakwah, pengajaran dan pemerintahan Islam. Dari kota ini
Islam lalu menyebar ke seluruh jazirah Arabia dan lalu ke seluruh dunia.
Madinah
berjarak kurang lebih 450 km dari Mekkah. Zaman dulu orang memerlukan waktu
cukup lama untuk mencapai Madinah, kurang lebih satu bulan lamanya tentu dengan
menggunakan kedaraan unta. Sekarang hanya dapat ditempuh kurang lebih 4 jam
melalui jalan tol yang dibangun oleh pemerintah Saudi. Pada masa kekuasaan
Usmaniyah-Turki, terdapat jalur kereta api yang menghubungkan antara kota
Madinah dengan kota Amman-Yordania serta Damaskus-Syria. Dari sana jalur kereta
api bisa langsung ke Istambul-Turki atau ke Haifa-Israel yang dikenal dengan
nama Hejaz Railway (di bawah ini saya kirim foto foto pemandangan kota Madinah
zaman dulu semasih ada kereta api. Anda tinggal klik saja). Kini jalur itu
sudah tidak ada lagi dan stasiun kereta api Madinah dijadikan Museum. Ya sudah
barang tentu jalur kereta api dahulunya digunakan untuk kelancaran pengangkutan
jamaah haji. Singkatnya, Imam Ali ra mencitai kota Madinah bukan karena kotanya
yang indah dan subur, beliau mencintainya karena kota itu punuh dengan
keberkahaan, rahmat Ilahi dan cahaya Rasulallah saw. Bahkan sampai sekarang
kota itu telah menjadi magnet menyedot milyaran manusia datang untuk berziarah
karena di samping mendapatkan keberkahan Rasulallah saw juga shalat di masjid
beliau memiliki pahala 10000 kali dibanding dengan sholat di masjid masjid
lainya kecuali Masjidul haram – Makkah. Madinah tidak pernah tidur menyambut
para pengunjung yang datang dari pelosok bumi sepanjang tahun.
Siapa
gerangan diantara kita yang tidak tergiur untuk sholat di masjid Rasulallah saw
dan duduk diantara kebun-kebun surga?
Writing by:
Hasan Husen Assagaf
0 komentar:
Posting Komentar