Takut Kepada Allah SWT


Assalamu’alaikum ? Manusia itu tak luput dari dosa, rasa takut tidak hanya kepada sesame manusia namun rasa takut pun yang paling penting kepada Sang Khalik yang telah menciptakan kita semua. Nah, untuk mengerti lebih lanjut baca artikel ini..
Allah SWT berfirman : “..Takutlah kepada-Ku, jika benar-benar orang yang beriman.”(Qs.Ali Imran 175). Dari Abu Hurairah ra Rasulullah SAW, bersabda : “Allah SWT, berfirman: Demi kemulyaan dan kebesaran-Ku, tidaklah Aku himpun pada hamba-Ku, dua kali takut dan dua kali aman. Jika ia takut kepada-Ku di dunia, maka Aku beri rasa aman di hari kiamat. Dan jika ia merasa aman dari-Ku di dunia, maka Aku takutkan ia di akhirat.”(HR.Ibnu Hibban)

Abu Laits ra berkata: “Sesungguhnya Allah swt memiliki malaikat-malaikat yang selalu sujud sejak Allah SWT menciptakan mereka sampai hari kiamat, persendian mereka gemetar karena takut menyalahi perintah Allah swt. Apabila telah dating hari kiamat mereka mengangkat kepalanya dan berkata:”Maha suci Engkau, kami mengabdi kepada-Mu dengan sepenuh pengabdian.” Abul Faraj Ibnul Jauzi ra  berkata:”Satu tetes air mata  di pipi (karena takut pada Allah), lebih bermanfaat daripada seribu tetes air hujan  di bumi.”
Dengan rasa takut (khauf) kepada Allah swt, banyak terdapat kisah para nabi dan para sahabat yang selalu menangis meneteskan air mata.
Alhasan ra, berkata:
“Sesungguhnya  Nabi Adam as, menangis selama tiga ratus tahun setelah diturunkan dari surge, sehingga mengalir lembah-lembah Sarandib dari air metanya.” Wahab bin Alward ra, berkata:” Nabi Nuh as, menangis selama tiga ratus tahun setelah ia ditegur Allah mengenai putranya, sehingga pipinya cekung karena banyak dialiri oleh air mata”. Mujahid (ahli tafsir terkemuka),berkata:”Nabu Daud as, menangis sambil sujud selama empat puluh hari, sehingga rumput tumbuh dibawah kepala dan menutupinya”Ibnu Umar ra,berkata: “Nabi Yahya bin Zakaria as, selalu menangis hingga pipinya pecah-pecah  sampai terlihat giginya”. Sahabat Bilal ra, bertanya kepada Rasulullah saw yang selalu menangis disaat shalat malam  hingga basah pangkuannya, jenggotnya da tanah tempat sujudnya:
“Ya Rasulullah kenapa engkau menangis, padahal Allah mengampuni dosa-dosamu terdahulu dan yang akan dating?..”(HR.Muslim). Abu Bakar Shidiq ra berkata: “Duhai seandainya aku adalah sehelai rambut  yang tumbuh di tubuh seorang mukmin, ketika shalat tak ubahnya seperti sebatang kayu(tidak bergerak karena takut kepada Allah swt). Abdullah bin Isa ra, berkata:”Barang siapa ingin dekat dengan kekasihnya maka banyak-banyaklah menangis karena kekasihnya.”
ü  KEUTAMAAN TAKUT KEPADA ALLAH (KHAUF)
1.       Pokok dari kebijaksanaan (hikmah).
Rasulullah saw, bersabda:
Puncak dari kebijaksanaan adalah rasa takut kepada Allah. Sebaik-baiknya yang tertanam dalam hati adalah keyakinan”(HR.Baihaqi)
2.       Mendapatkan naungan di hari kiamat
Rasulullah saw, bersabda:
Tujuh golongan yang akan dinaungi oleh Allah pada hari tiada naungan selain naungan Allah yaitu :
-          Imam(pemimpin) yang adil
-          Pemuda yang giat ibadah kepada Allah SWT
-          Dua orang yang saling cinta mencintai karena Allah
-          Seorang lelaki yang dirayu wanita cantik lalu ia berkata:”Sesungguhnya aku takut pada Allah”
-          Orang yang bersedekah dengan tangan kanannya da di sembunyikan dari tangan kirinya
-          Orang yang hatinya selalu ter[aut pada Masjid (menjaga shalat berjamaah)
-          Orang yang ingat kepada Allah di kala sendiri, tiba-tiba mengucurkan air mata (ingat dosa dan takut kepada Allah)
-          Menjadi ciri orang beriman
Ibnu Mas’ud ra,berkata:”Orang beriman melihat dosanya bagaikan seorang yang sedang duduk di bawah gunung, dan ia takut gunung itu akan menimpanya, namun sebaliknya oaring yang suka berbuat dosa (fajir) menganggap dosanya ibarat seekor lalat yang terbang dan hinggap di hidungnya, dan ia mengibaskan (mengusir) dengan tangannya, hingga terbang lalatnya.(kemudian Ibnu Mas’ud mengibaskan tangan didepan hidungnya memberikan contoh)”(HR.Bukhari)
-          Mendapat balasan surge
Allah swt berfirman: “Balasan mereka di sisi Tuhan mereka ialah surga ‘And yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Allah ridha terhadap mereka dan merekapun ridha kepadaNya. Yang demikian itu adalah (balasan) bagi orang yang takut kepada Tuhannya.”(QS.Al-Bayyinah:8)
-          Merupakan tabiat para Ulama
-          Lebih utama dari sedekah seribu dinar
-          Langkah menuju menuju kebaikan
-          Menggugurkan dosa-dosa
-          Menjadi sebab memperoleh
-          Menjadi terhapusnya dosa
Sumber: Buletin Jum'at Al-Mihrab

Syair Sang Kekasih

يا رسول الله سلام عليك
يَا إِمَامَ الرُّسْلِ يَا سَنَدِي
Wahai penghulu para rasul ! wahai sandaranku
أَنْتَ بَعْدَ الله مُعْتَمَدِي
Setelah Allah, engkau adalah peganganku
فَبِـدُنْيـَايَ وَآخِـرَتِي
Dalam urusan dunia dan akhiratku
يا رسول الله خُذْ بِيَدِيْ
Wahai rasulullah! Bantulah aku
عَطْفَـةً يَا جِيْرَةَ الْعَلَـمِ
Belas kasihmu wahai yang berjiran dengan Ka’bah
يَا أُهَيْلَ الْجُوْدِ والْكَـرَمِ
Wahai keluarga yang bermurah dan mulia
نحنُ جِيْرَانٌ بِذَا الْحَـرَمِ
Kami berada berhampiran dengan Kota Haram
حَرَمُ الإحْسَانِ والْحَسَـنِ
Kota yang penuh ihsan dan kebaikan
نحن مِنْ قَوْمٍ بِهِ سَكَنـُوْا
Kami daripada kaum yang tinggal di Kota Haram
وَبِهِ مِنْ خَوْفِهِمْ أَمِنـُوْا
Di dalamnya mereka aman daripada ketakutan
وَبِآيَاتِ الْقُرْآنِ عُنـُوْا
Dan oleh ayat-ayat Al-Quran mereka di perhatikan
فَاتَّئِـدْ فِيْنـَا أَخَا الْوَهَـنِ
Maka janganlah kamu tergesa-gesa atas kami wahai saudara yang lemah
نَعْرِفُ الْبَطْحـَاء وَتَعْرِفُنـَا
Kami kenal kepada padang pasir (Mekkah) dan ia mengenal kami
وَالصَّـفَا وَالْبَيْـتُ يَأْلَفُنـَا
Demikian pula Bukit Sofa dan Ka’bah
وَلَنَا الْمَعْـلَى وَخَيْـفُ مِنَى
Untuk kami Ma’la dan Khaif Mina
فَاعْلَمَـنْ هذَا وَكُنْ وَكُـنِ
Ketahuilah engkau akan hal ini dan yakinlah
وَلَنـَا خَيْـرُ الأَنـَـاِم أَبُ
Untuk kami sebaik-baik manusia sebagai ayah
وعَـلِيٌّ الْمُرْتَضَـى حَسَـبُ
Dan Ali Al-Murtadha sebagai datuk kami
وإِلَى السِّـبْطَيْـنِ نَنْتَسِـبُ
Kepada dua cucu Nabi (Hasan & Husein) kami bernasab
نَسَبـًا مَا فِيْـهِ مِـنْ دَخَـنِ
Nasab yang tiada terdapat keraguan
أَهْلُ بَيْتِ الْمُصْطَـفَى الطُّهُـرِ
Keluarga nabi yang suci
هُـمْ أَمَـانِ الأَرْضِ فَاذَّكِـرِ
Mereka pengaman dimuka bumi, maka ingatlah itu
شُـبِّهُـوْا بِالأَنْجُـمِ الزُّهُـرِ
Mereka umpama bintang-bintang yang gemerlapan
مِثْلَ مَا قَدْ جَـاءَ فِي السُّنَـنِ
Sebagaimana telah di nyatakan dalam hadith-hadith
وسَـفِـيْنٌ لِلنَّـجَـاةِ إِذَا
Mereka umpama bahtera keselamatan bila
خِفْتَ مِنْ طُوْفَانِ كُلِّ أَذًى
Kau takut angin taufan yang menghanyutkan
فَانْجُ فِيْهَا لاَ تَكُوْنُ كَـذَا
Maka naiklah ke atasnya kau akan selamat
فَاعْتَصِمْ بِاللهِ وَاسْتَعِنِ
Berpegang teguhlah dengan Allah dan mintalah pertolongan
رَبِّ فَانْفَعْنَا بِبَرْكَتِهِمْ
Ya Allah, kurniakanlah kami dengan berkat mereka
وَاهْدِنَا الْحُسْنَى بِحُرْمَتِهِمْ
Berilah petunjuk pada kami jalan yang baik dengan kehormatan mereka
وَأَمِتْـنَا فِي طَرِيْقَتِهِمْ
Matikanlah kami pada jalan mereka
وَمُعَـافَاةٍ مِنَ الْفِتَنِ
Serta selamatkanlah kami dari fitnah
ثُمَّ لاَ تَغْتَرَّ بِالنَّسَبِ
Janganlah engkau membanggakan diri dengan nasabmu
لاَ وَلاَ تَقْنَعْ بِكَانَ أَبِي
Dan jangan pula engkau merasa cukup dengan kejayaan ayahmu
وَاتَّبِعْ فِي الْهَدْيِ خَيْرَ نَبِيّ
Ikutilah sebaik-baik nabi dalam petunjuknya
أحْمَدِ الْهَادِي إلَى السَّنَنِ
Yaitu Ahmad, pemberi petunjuk pada jalan yang benar



Sepotong Roti dari Kota Nabi


يا غاديا نحو الحبيب عســـــاك تقر الســــلام إذا وصلت هناك
و عســـــاك تجري ذكر مثلي عنده فهو الشــــفاء لدائنا و لداك
و قل السلام عليك يا خير الورى من عاشق طول المدى يهواك

Wahai musafir sampaikanlah salamku kepadanya setibamu di Madinah
Mudah2an kau menyebutku di maqamnya karena beliau obat bagi kita semua
Katakanlah “Salam atasmu wahai sebaik baiknya manusia” dari perindu
sepanjang masa yang tak henti henti mencintainya
 
Suatu hari seorang pekerja dari desa A’bkara, desa yang letaknya tidak berjauhan dari kota Bagdad, datang ke rumah Amirul Mumini Ali bin Abi Thalib ra. Ia melihat pintu rumah beliau terpentang lebar. Ia menengok ke kiri ke kanan, ke samping dan ke dalam rumah, tapi tidak didapatkan tanda tanda ada orang di dalam rumah beliau. Akhirnya, ia memberanikan diri mengucapkan salam. Setelah mendapat izin dari penghuni rumah, ia pun masuk. Di pojok rumah ia melihat Imam Ali ra sedang duduk berlutut. Di hadapan beliau ada sebuah mangkok dan kendi kecil berisi air.
Setelah dipersilahkan duduk, Tiba tiba Imam Ali ra mengeluarkan sebuah bungkusan kecil terbuat dari bahan baju. Pekerja yang datang ke rumah beliau menyangka bahwa bungkusan itu berisi uang yang akan dihadiahkan kepadanya. Dengan sudah payah Imam Ali membuka bungkusan itu dan merogohkan tangan beliau ke dalamnya. Ternyata di dalamnya bukan ada uang atau emas akan tetapi sekeping roti kering yang membuat orang itu tercengang keheranan. Imam Ali memasukan roti kering itu kedalam mangkuk lalu dituangkannya air dari kendi yang sudah tersedia. Melihat kelakuan beliau, pekerja tadi semakin heran dibuatnya.  Setelah itu, Imam Ali ra berkata kepadanya “Ayo silahkan kita makan bersama sama”. Sambil menggelenggelengkan kepadanya karena keheranan, orang tadi berkata “Apa yang kamu lakukan ini wahai Amirul Muminin. Kamu hidup di negeri Iraq, makanan orang-orang Iraq lebih banyak dan lezat dari ini.”. Imam Ali pun berkata dengan penuh kekhusyu’an “Demi Allah apa yang kamu katakan itu betul, akan tetapi roti ini berasal dari kota Nabi saw, Madinah. Sesungguhnya aku lebih senang memasukan makanan ke perutku dari kota yang aku cintai”.
Dari kisah di atas kita bisa mengambil bukti kuat akan kecintaan Imam Ali ra kepada kota Rasulullah saw, Madinah. Sampai-sampai beliau tidak memilih baginya makanan yang dicintainya kecuali makanan yang datang dari Madinah. Tapi kenapa beliau tinggal di kufah pada saat beliau menjadi khalifah bukan menetap saja di Madinah kota Rasulallah saw sebagaimana khalifah-khalifah sebelumnya. Beliau hijrah ke Irak (ke Kufah) bukan karena keinginannya untuk bersenang senang, akan tetapi terpaksa karena terjadi gojolak fitnah busuk akibat terbunuhnya khalifah Utsman ra oleh kaum pemberontak.
Dulu, sebelum datang islam, kota Madinah dikenal dengan nama Yatsrib, diambil dari nama orang yang pertama kali menduduki kota itu. Kemudian ketika Rasulallah saw hijrah dari Mekkah kota ini diganti namanya menjadi Madinah. Ia merupakan pusat perkembangan Islam sampai beliau wafat dan dimakamkan di sana. Selanjutnya kota ini menjadi pusat dakwah, pengajaran dan pemerintahan Islam. Dari kota ini Islam lalu menyebar ke seluruh jazirah Arabia dan lalu ke seluruh dunia.
Madinah berjarak kurang lebih 450 km dari Mekkah. Zaman dulu orang memerlukan waktu cukup lama untuk mencapai Madinah, kurang lebih satu bulan lamanya tentu dengan menggunakan kedaraan unta. Sekarang hanya dapat ditempuh kurang lebih 4 jam melalui jalan tol yang dibangun oleh pemerintah Saudi. Pada masa kekuasaan Usmaniyah-Turki, terdapat jalur kereta api yang menghubungkan antara kota Madinah dengan kota Amman-Yordania serta Damaskus-Syria. Dari sana jalur kereta api bisa langsung ke Istambul-Turki atau ke Haifa-Israel yang dikenal dengan nama Hejaz Railway (di bawah ini saya kirim foto foto pemandangan kota Madinah zaman dulu semasih ada kereta api. Anda tinggal klik saja). Kini jalur itu sudah tidak ada lagi dan stasiun kereta api Madinah dijadikan Museum. Ya sudah barang tentu jalur kereta api dahulunya digunakan untuk kelancaran pengangkutan jamaah haji. Singkatnya, Imam Ali ra mencitai kota Madinah bukan karena kotanya yang indah dan subur, beliau mencintainya karena kota itu punuh dengan keberkahaan, rahmat Ilahi dan cahaya Rasulallah saw. Bahkan sampai sekarang kota itu telah menjadi magnet menyedot milyaran manusia datang untuk berziarah karena di samping mendapatkan keberkahan Rasulallah saw juga shalat di masjid beliau memiliki pahala 10000 kali dibanding dengan sholat di masjid masjid lainya kecuali Masjidul haram – Makkah. Madinah tidak pernah tidur menyambut para pengunjung yang datang dari pelosok bumi sepanjang tahun.
Siapa gerangan diantara kita yang tidak tergiur untuk sholat di masjid Rasulallah saw dan duduk diantara kebun-kebun surga?
Writing by: Hasan Husen Assagaf


Aku Kota Ilmu dan Ali Pintunya

Kisah pertama:

Teriakan seorang wanita muda terdengar dari jauh. Tangannya dipegang secara kasar oleh suaminya. Hidungnya berdarah dan mukanya babak belur karena dipukuli. Ia didorong maju secara kuat kehadapan khalifah Umar bin Khattab ra. Ia tersangka telah berbuat zina. Suaminya marah bukan kepalang. Sambil dilempar dihadapan khalifah Umar, laki laki itu berkata “Ya Amirul  Muminin, perempuan ini telah berzina”. Khalifah Umar pun bertanya “Apa sebenarnya yang telah terjadi terhadap istrimu ini?”. Dengan sewet ia menjawab “Ya Amirul Mumini, rajamlah wanita ini. Sesungguhnya ia telah berzina. Aku baru saja kawin 6 bulan, masa sekarang sudah punya anak?”.
Setelah perkara itu diselidiki secara seksama, teliti dan semua persyaratan hukum telah dipenuhi, beliau pun dengan tegas memutuskan bahwa hukum rajam bagi wanita tadi harus segera dilaksanakan.
       Pada saat itu kebetulan Imam Ali bin Abi Thalib ra sedang duduk di samping khalifah Umar ra. Beliau melihat semua yang terjadi terhadap diri wanita itu, beliau pun telah mendengar keputusan yang telah diputuskan khalifah Umar untuk merajamnya. Adapun menurut beliau wanita itu tidak sewajarnya untuk dirajam karena ia tidak bersalah. Maka dengan penuh keberanian, Sayyidina Ali ra berkata kepada khalifah Umar ra “Tunggu dulu ya Amirul Mu’minin, jangan terburu buru memutuskan suatu hukum sebelum mempunyai dalil yang kuat. Sesungguhnya wanita itu tidak bersalah dan tidak berzina”.
Mendengar ungkapan Imam Ali bin Abi Thalib ra, beliau merasa bersalah terburu buru memutuskan hukuman tanpa bermusyawarah terlebih dahulu kepada para sahabat. Lalu beliau berkata “Ya Aba al-Hasan, bagaimana kamu tahu hukumnya bahwa wanita itu tidak berzina?”. Dengan lantang Imam Ali pun menjelaskan “Bukankah Allah berfirman dalam surat Al-Ahqaf ayat 15 yang berbunyi: “mengandungnya sampai menyapihnya adalah tiga puluh bulan”, sedangkan di surat lainya yaitu surat Luqman ayat 14 Allah berfirman: “Dan menyapihnya dalam dua tahun”. Umar bin Khattab ra pun membenarkan penjelasan Imam Ali. Kemudian beliau melanjutkan penjelasanya “Jika masa kandungan dan penyapihan 30 bulan dikurangi masa penyapihan 24 bulan, maka wanita bisa melahirkan anak dalam waktu 6 bulan”. Mendengar uraian Imam Ali tadi, khalifah Umar menganggukan kepalanya tanda salut atas keputusan beliau. Lalu berkata “Tanpa Ali, Umar bisa binasa”

Kisah kedua:

Suatu ketika, Khalifah Umar bin Khattab ra sedang duduk dengan para sahabat diantaranya ada Imam Ali bin Abi Thalib. Tiba tiba seorang laki-laki yang tak dikenal datang kepada beliau, parasnya enak dipandang, bersih dan berwibawa. Sambil duduk ia tak henti-hentinya bertasbih dan berdoa. Melihat tindak tanduk orang tadi Khalifah Umar menjadi penasaran untuk menyapahnya. “Apa kabarmu di pagi hari ini?”. Orang itu pun menjawab “Alhamdulillah pagi ini aku menyukai fitnah, membenci kebenaran (hak), sholat tanpa wudhu, dan saya memiliki di dunia apa yang tidak dimiliki Allah di langit”
Wajah khalifah Umar berobah mendengar uraian tamu tadi. Beliau marah bukan kepalang, lalu bangun dari tempat duduknya dan segera memegangnya dengan keras. Imam Ali yang berada di majlis itu tersenyum melihat kelakuan khalifah Umar ra. Beliau pun berkata kepadanya “Ya Amirul Muminin sabar dulu, apa yang telah dikatakan orang ini sesungguhnya benar”.
Mendengar uraian Imam Ali, beliau pun merasa tidak enak karena telah memperlakukan tamu tadi secara kasar. Lalu beliau memandang wajah Imam Ali seraya berkata dengan suara yang agak lunak “Dapatkan kau terangkan kepadaku kebenarnya?”  Imam Ali ra bangun dari tempat duduknya, lalu berkata “Pertama, ia menyukai fitnah berarti ia menyukai harta benda dan anak, bukankah Allah berfirman dalam ayatNya surat al Anfal ayat 28 “Dan ketahuilah bahwa hartamu dan anak anakmu itu hanyalah fitnah?”. Kedua, ia membenci kebenaran atau hak. artinya ia membeci kematian. Allah berfirman dalam surat qaf 19 “Dan datanglah sakaratul maut dengan sebenar benarnya (hak). Itulah yang kamu selalu lari daripadanya”. Ketiga, ia sholat tanpa wudhu, yaitu sholat kepada Rasulallah saw. Orang yang bershalawat kepada Rasulallah saw tidak wajib harus berwudhu. Adapun yang keempat, ia memiliki di dunia apa yang tidak dimiliki Allah di langit. Maksudnya ia memiliki di dunia anak dan istri yang tidak dimiliki Allah karena Allah adalah Maha Esa, tidak beristri, tidak beranak, dan tidak diperanakan. Dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia”.

Khalifa Umar ra menggeleng-gelengkan kepalanya mendengar uraian Imam Ali ra. Lalu berkata “Seburuk buruknya majlis adalah majlis yang tidak ada abu Al-Hasan (Imam Ali ra).
Dari dua kisah di atas jelas sekali kita bisa mengambil suatu bukti bahwa Imam Ali ra memiliki gudang ilmu yang tidak dimiliki para sahabat lainya. “Aku kota ilmu dan Ali pintunya”. Itulah sabda Rasulallah saw yang dicetuskan beliau kepada para sahabat. Alasannya, ketika beliau menerima wahyu, Sayyidina Ali ra adalah lelaki pertama yang mempercayai wahyu tesebut setelah istri beliau, Khadijah ra. Pada waktu itu Ali ra masih berusia sekitar 10 tahun.
Pada usia remaja setelah wahyu turun, Imam Ali ra banyak belajar langsung dari Rasulallah saw karena sebagai misanan dan sekali gus merangkat sebagai anak asuh, beliau selalu mendapat kesempatan dekat dengan Rasulallah saw. Hal ini berlanjut sampai belau menjadi menantu Rasulallah saw. Jadi banyak pelajaran pelajaran tertentu  yang diajarkan Rasulallah saw kepada beliau yang tidak diajari kepada sahabat sahabat yang lain.
Didikan langsung dari Rasulallah saw kepada imam Ali ra dalam semua ilmu agama baik secara zhahir (syariah) atau secara bathin (tasawuf), banyak menggembleng beliau menjadi seorang pemuda yang sangat cerdas, berani dan bijak. Salah satu dari kecerdasan, keberanian dan kebijaksanaan beliau kita bisa lihat dari kisah kisah di atas tadi.


Sumber : Habib Assegaf



Hukum Menunda Ibadah Haji

Bagaimana hukum menunda-nunda haji padahal ia sudah mampu hingga akhirnya ia tidak mampu lagi?
Menunda haji pada dasarnya adalah boleh, namun apabila menundanya sampai tidak mampu lagi hukumnya berdosa dan fasiq.
(وَالتَّهَاوُنُ) أَيْ عَدَمُ اْلإِسْتِعْجَالِ (بِالْحَجِّ بَعْدَ اْلإِسْتِطَاعَةِ إِلَى أَنْ يَمُوْتَ) لأَنَّ وَقْتَهُ الْعُمْرُ فَإِذَا مَاتَ بَعْدَ اْلإِسْتِطَاعَةِ تَبَيَّنَ الْعِصْيَانُ مِنْ آخِرِ سِنِي اْلإِمْكَانِ لأَنَّهُ قَدْ أَخَّرَهُ وَأَخْرَجَهُ عَنْ وَقْتِهِ. [مرقاة صعود التصديق فى شرح سلم التوفيق 82]
“Termasuk maksiat badan adalah menganggap enteng, yakni tidak segera melaksanakan ibadah haji ketika sudah mampu hingga ia meninggal (karena waktunya seumur hidup). Maka ketika ia meninggal sesudah mampu jelaslah termasuk maksiat sejak akhir tahun mampunya karena penundaannya sehingga habislah waktunya”. (Mirqah Shu’ud al-Tashdiq fi Syarh Sullam al-Taufiq 82).
(مَسْأَلَةٌ) يَجِبُ الْحَجُّ عَلَى التَّرَاخِيْ إِنْ لَمْ يَخَفِ الْعَضْبَ أَوْ الْمَوْتَ أَوْ تَلَفَ الْمَالِ فَمَتَى أَخَّرَهُ مَعَ اْلاِسْتِطَاعَةِ حَتَّى عَضُبَ أَوْ مَاتَ تَبَيَّنَ فِسْقُهُ مِنْ وَقْتِ خُرُوْجِ قَافِلَةِ بَلَدٍ مِنْ آخِرِ سِنِي اْلأِمْكَانِ. [بغية المسترشدين 115].
“(Masalah) Kewajiban haji itu tidak harus segera dilak-sanakan apabila tidak khawatir akan lumpuh, mati atau  hartanya habis. Maka ketika seseorang menundanya pada-hal sudah mampu hingga akhirnya lumpuh atau mati maka jelaslah kefasiqannya dari masa keberangkatan kafilah negaranya pada akhir tahun mampunya”. (Bughyah al-Mustarsyidin 115).