Aku Kota Ilmu dan Ali Pintunya

Kisah pertama:

Teriakan seorang wanita muda terdengar dari jauh. Tangannya dipegang secara kasar oleh suaminya. Hidungnya berdarah dan mukanya babak belur karena dipukuli. Ia didorong maju secara kuat kehadapan khalifah Umar bin Khattab ra. Ia tersangka telah berbuat zina. Suaminya marah bukan kepalang. Sambil dilempar dihadapan khalifah Umar, laki laki itu berkata “Ya Amirul  Muminin, perempuan ini telah berzina”. Khalifah Umar pun bertanya “Apa sebenarnya yang telah terjadi terhadap istrimu ini?”. Dengan sewet ia menjawab “Ya Amirul Mumini, rajamlah wanita ini. Sesungguhnya ia telah berzina. Aku baru saja kawin 6 bulan, masa sekarang sudah punya anak?”.
Setelah perkara itu diselidiki secara seksama, teliti dan semua persyaratan hukum telah dipenuhi, beliau pun dengan tegas memutuskan bahwa hukum rajam bagi wanita tadi harus segera dilaksanakan.
       Pada saat itu kebetulan Imam Ali bin Abi Thalib ra sedang duduk di samping khalifah Umar ra. Beliau melihat semua yang terjadi terhadap diri wanita itu, beliau pun telah mendengar keputusan yang telah diputuskan khalifah Umar untuk merajamnya. Adapun menurut beliau wanita itu tidak sewajarnya untuk dirajam karena ia tidak bersalah. Maka dengan penuh keberanian, Sayyidina Ali ra berkata kepada khalifah Umar ra “Tunggu dulu ya Amirul Mu’minin, jangan terburu buru memutuskan suatu hukum sebelum mempunyai dalil yang kuat. Sesungguhnya wanita itu tidak bersalah dan tidak berzina”.
Mendengar ungkapan Imam Ali bin Abi Thalib ra, beliau merasa bersalah terburu buru memutuskan hukuman tanpa bermusyawarah terlebih dahulu kepada para sahabat. Lalu beliau berkata “Ya Aba al-Hasan, bagaimana kamu tahu hukumnya bahwa wanita itu tidak berzina?”. Dengan lantang Imam Ali pun menjelaskan “Bukankah Allah berfirman dalam surat Al-Ahqaf ayat 15 yang berbunyi: “mengandungnya sampai menyapihnya adalah tiga puluh bulan”, sedangkan di surat lainya yaitu surat Luqman ayat 14 Allah berfirman: “Dan menyapihnya dalam dua tahun”. Umar bin Khattab ra pun membenarkan penjelasan Imam Ali. Kemudian beliau melanjutkan penjelasanya “Jika masa kandungan dan penyapihan 30 bulan dikurangi masa penyapihan 24 bulan, maka wanita bisa melahirkan anak dalam waktu 6 bulan”. Mendengar uraian Imam Ali tadi, khalifah Umar menganggukan kepalanya tanda salut atas keputusan beliau. Lalu berkata “Tanpa Ali, Umar bisa binasa”

Kisah kedua:

Suatu ketika, Khalifah Umar bin Khattab ra sedang duduk dengan para sahabat diantaranya ada Imam Ali bin Abi Thalib. Tiba tiba seorang laki-laki yang tak dikenal datang kepada beliau, parasnya enak dipandang, bersih dan berwibawa. Sambil duduk ia tak henti-hentinya bertasbih dan berdoa. Melihat tindak tanduk orang tadi Khalifah Umar menjadi penasaran untuk menyapahnya. “Apa kabarmu di pagi hari ini?”. Orang itu pun menjawab “Alhamdulillah pagi ini aku menyukai fitnah, membenci kebenaran (hak), sholat tanpa wudhu, dan saya memiliki di dunia apa yang tidak dimiliki Allah di langit”
Wajah khalifah Umar berobah mendengar uraian tamu tadi. Beliau marah bukan kepalang, lalu bangun dari tempat duduknya dan segera memegangnya dengan keras. Imam Ali yang berada di majlis itu tersenyum melihat kelakuan khalifah Umar ra. Beliau pun berkata kepadanya “Ya Amirul Muminin sabar dulu, apa yang telah dikatakan orang ini sesungguhnya benar”.
Mendengar uraian Imam Ali, beliau pun merasa tidak enak karena telah memperlakukan tamu tadi secara kasar. Lalu beliau memandang wajah Imam Ali seraya berkata dengan suara yang agak lunak “Dapatkan kau terangkan kepadaku kebenarnya?”  Imam Ali ra bangun dari tempat duduknya, lalu berkata “Pertama, ia menyukai fitnah berarti ia menyukai harta benda dan anak, bukankah Allah berfirman dalam ayatNya surat al Anfal ayat 28 “Dan ketahuilah bahwa hartamu dan anak anakmu itu hanyalah fitnah?”. Kedua, ia membenci kebenaran atau hak. artinya ia membeci kematian. Allah berfirman dalam surat qaf 19 “Dan datanglah sakaratul maut dengan sebenar benarnya (hak). Itulah yang kamu selalu lari daripadanya”. Ketiga, ia sholat tanpa wudhu, yaitu sholat kepada Rasulallah saw. Orang yang bershalawat kepada Rasulallah saw tidak wajib harus berwudhu. Adapun yang keempat, ia memiliki di dunia apa yang tidak dimiliki Allah di langit. Maksudnya ia memiliki di dunia anak dan istri yang tidak dimiliki Allah karena Allah adalah Maha Esa, tidak beristri, tidak beranak, dan tidak diperanakan. Dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia”.

Khalifa Umar ra menggeleng-gelengkan kepalanya mendengar uraian Imam Ali ra. Lalu berkata “Seburuk buruknya majlis adalah majlis yang tidak ada abu Al-Hasan (Imam Ali ra).
Dari dua kisah di atas jelas sekali kita bisa mengambil suatu bukti bahwa Imam Ali ra memiliki gudang ilmu yang tidak dimiliki para sahabat lainya. “Aku kota ilmu dan Ali pintunya”. Itulah sabda Rasulallah saw yang dicetuskan beliau kepada para sahabat. Alasannya, ketika beliau menerima wahyu, Sayyidina Ali ra adalah lelaki pertama yang mempercayai wahyu tesebut setelah istri beliau, Khadijah ra. Pada waktu itu Ali ra masih berusia sekitar 10 tahun.
Pada usia remaja setelah wahyu turun, Imam Ali ra banyak belajar langsung dari Rasulallah saw karena sebagai misanan dan sekali gus merangkat sebagai anak asuh, beliau selalu mendapat kesempatan dekat dengan Rasulallah saw. Hal ini berlanjut sampai belau menjadi menantu Rasulallah saw. Jadi banyak pelajaran pelajaran tertentu  yang diajarkan Rasulallah saw kepada beliau yang tidak diajari kepada sahabat sahabat yang lain.
Didikan langsung dari Rasulallah saw kepada imam Ali ra dalam semua ilmu agama baik secara zhahir (syariah) atau secara bathin (tasawuf), banyak menggembleng beliau menjadi seorang pemuda yang sangat cerdas, berani dan bijak. Salah satu dari kecerdasan, keberanian dan kebijaksanaan beliau kita bisa lihat dari kisah kisah di atas tadi.


Sumber : Habib Assegaf



0 komentar:

Posting Komentar